Ciri-ciri Serangan Penyakit Blas
Cendawan Pyricularia grisea membentuk bercak pada daun padi, buku batang, leher malai, cabang malai bulir padi dan kolar daun (Chen, 1993;Scardaci et al., 1997). Bercak penyakit blas pada daun padi berbentuk belah ketupat dengan dua ujungnya runcing. Pada awal serangan bercak berwarna hijau gelap, abu-abu sedikit kebiru-biruan. Bercak ini akan semakin membesar pada varietas yang rentan, khususnya bila dalam keadaan lembab. Bercak yang sudah berkembang penuh mencapai panjang 1 - 1,5 cm dan lebar 0,3 - 0,5 cm pada bagian tepi berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih keabu-abuan. Namun pada varietas tanaman padi yang rentan, bercak pada daun justru tidak membentuk tepi yang jelas. Bercak tersebut dikelilingi oleh warna kuning pucat (halo area), terutama di lingkungan yang kondusif yaitu dalam keadaan lembab dan ternaungi. Perkembangan bercak selain dipengaruhi oleh kerentanan varietas juga oleh umur bercak itu sendiri. Pada varietas tanaman padi yang tahan terhadap penyakit blas, bercak tidak berkembang dan hanya berupa titik kecil saja. Hal tersebut karena proses perkembangan konidia dari cendawan Pyricularia grisea dalam jaringan inangnya terhambat. Di lingkungan yang kondusif, penyakit blas daun yang menyerang varietas tanaman padi yang rentan dan masih muda sampai stadia anakan, akan menyebabkan tanaman padi yang diserang mati seluruhnya.
Selain menyerang daun, blas juga menyerang buku batang dimana pada buku batang yang diserang akan timbul bercak berwarna coklat atau hitam dan batang akan patah (Ou, 1985) dan kematian yang menyeluruh pada batang sebelah atas dari buku yang terinfeksi (Scardaci et al ., 1997)
Sedangkan infeksi pada malai akan menyebabkan blas leher, bercak coklat pada cabang malai dan bercak coklat pada kulit gabah (Ou, 1985). Apabila blas leher terjadi lebih awal akan mengakibatkan malai mati secara prematur, berwarna putih dan kosong secara menyeluruh, sedangkan jika blas leher terjadi kemudian akan menyebabkan pengisian bulir padi tidak sempurna dan mutu biji menjadi rendah (Scardaci et al., 1997). Infeksi pada malai akan menyebabkan leher malai membusuk dan butir padi menjadi hampa (Semangun, 1991).
Serangan P. Grisea pada kolar daun (daerah pertemuan antara helaian daun dan pelepah) menimbulkan gejala blas kolar berwarna coklat. Blas kolar yang terjadi pada daun bendera atau pada daun kedua terakhir dapat menyebabkan pengaruh yang nyata pada produksi padi (Scardaci et al., 1997).
Tingkat keparahan penyakit blas sangat dipengaruhi oleh berbagai factor, salah satunya adalah kelebihan nitrogen dan kekurangan air akan menambah kerentanan tanaman. Pupuk nitrogen berkorelasi positif terhadap keparahan penyakit blas. Artinya makin tinggi pupuk nitrogen keparahan penyakit makin tinggi.
Cara Penyebaran Penyakit Blas
Satu daur penyakit dimulai ketika spora cendawan menginfeksi dan menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan berakhir ketika cendawan bersporulasi dan menyebarkan spora baru melalui udara. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan, satu daur dapat terjadi dalam waktu sekitar 1 minggu. Selanjutnya dari satu bercak dapat menghasilkan ratusan sampai ribuan spora dalam satu malam dan dapat terus menghasilkan spora selama lebih dari 20 hari. Pada kondisi kelembaban dan suhu yang mendukung, cendawan blas dapat mengalami banyak daur penykit dan menghasilkan kelimpahan spora yang dahsyat pada akhir musim. Tingkat inokulum yang tinggi ini sangat bebahaya bagi tanaman padi yang rentan seperti Cisadane. Cendawan P. grisea memerlukan waktu sekitar 6-10 jam untuk menginfeksi tanaman. Suhu optimum adalah sekitar 25°-28° C. Peran embun/titik air hujan sangat menentukan keberhasilan infeksi. Masa inkubasi antara 5-6 hari pada suhu 24°-25° C dan 4-5 hari pada suhu 26°-28°C. Suhu optimum untuk infeksi sama dengan suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan miselia, sporulasi, dan perkecambahan spora. Cahaya dan kegelapan juga mempengaruhi infeksi. Proses penetrasi lebih cepat dalam keadaan gelap, tetapi untuk perkembangan selanjutnya memerlukan cahaya. Penyebaran spora terjadi selain oleh angin juga oleh biji dan jerami. Cendawan P. grisea mampu bertahan dalam sisa jerami sakit dan gabah sakit. Dalam keadaan kering dan suhu kamar, spora masih bertahan hidup sampai satu tahun, sedangkan miselia mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun.
Pengendalian
Pengendaliam pemyakit blas pada benih dapat dilakukan dengan ha-hal sebagai berikut :
a. Penyakit blas ditularkan melalui beni, oleh karena itu perlakuan benih dengan fungisida seperti dengan 5-10 gr pyroquilon untuk 1 kg benih sangat dianjurka;
b. Perlakuan benih hanay bertahan pada umur tanaman kurang dari 6 minggu. Untuk mnekan blas leher, fungisida dialikasikan pada anaklan maksimum dan awal berbunga 5%. Fungisida yang direkomendasikan adalah edifenphos, tetrachlorophthalide, kasugamsyin, pyroquilon, benomyl, isoprotiolane, thiophanate methyl dan difenoconazol. Fungisida merupakan teknologi yang sangat praktis dalam mengatasi penyakit blas, namun sering kali menimbulkan efek samping yang kurang baik diantaranya menimbulkan resistensi patogen dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu agar fungisida dapat digunakan seefektif mungkin dengan efek samping yang sekecil mungkin, maka fungisida harus digunakan secara rasional yaitu harus diperhitungkan tentang jenis, dosis, dan waktu aplikasi yang tepat. Beberapa jenis fungisida yang dianjurkan untuk mengendalikan penyakit blas adalah Topsin 500 F, Topsin 70 WP, Kasumiron 25/1 WP, dan Delsene MX 80 WP.
Namun demikian pengendalian penyakit blas yang sampai saat ini dianggap paling efektif adalah dengan menanam tanaman padi varietas tahan penyakit blas terutama blas leher. Beberapa varietas yang tahan terhadap penyakit blas leher antara lain Varietas Limboto, Way Rarem, dan Jatiluhur. Penggunaan varietas tahan sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya varietas yang semula tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tampat lain. Ketahanan varietas yang hanya ditentukan oleh satu gen (monogenic resistant) mudah terpatahkan. Untuk itu pembentukan varietas tahan yang memiliki lebih dari satu gen tahan (polygenic resistant) sangat diperlukan. Penggunaan varietas harus disesuaikan dengan kondisi struktur populasi ras yang ada. Pergiliran varietas dengan varietas unggul lokal yang umumnya tahan terhadap penyakit blas sangat dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang terbawa benih (seed borne pathogen), maka untuk mencegah penyakit blas dianjurkan tidak menggunakan benih yang berasal dari daerah endemis penyakit blas.Mengingat ketahanan varietas terhadap penyakit blas tidak bisa berlangsung lama maka penggunaan varietas tahan perlu didukung dengan komponen pengendalian lain.
Sumber : BB Padi Sukamandi
Penulis : Wiwiek Hidajati, Penyuluh Pertanian Madya
http://www.cyberextension.web.id/ (Pusbangluh Pertanian)
1 komentar:
izin baca dl,
cz baru pertama kali dengar nihh
Posting Komentar